1. Pengaruh Pengembangan Wilayah terhadap Indeks Kebahagiaan
Pengembangan wilayah merupakan upaya strategis dalam pembangunan yang bertujuan memberdayakan potensi wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama dari pengembangan wilayah. Hasil dari pengembangan wilayah diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik secara ekonomi maupun taraf kebahagiaan hidup (AL, 2017; Wibowo, 2016) .
Implementasi pengembangan wilayah yang berorientasi pada pemerataan pembangunan antarwilayah akan berpengaruh besar terhadap indeks kebahagiaan penduduk di suatu wilayah. Penerapan paradigma pengembangan wilayah seperti agropolitan mampu menghapus ketimpangan ekonomi dan fasilitas publik antara masyarakat desa dengan masyarakat perkotaan. Dengan demikian, masyarakat desa mampu memperoleh fasilitas yang memadai, pendapatan rumah tangga yang meningkat, dan kesehatan mental/fisik yang terjamin (Nopianti, 2017; Wibowo, 2016)
Pengembangan wilayah menjadi suatu rangkaian kegiatan untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya dan menyeimbangkan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia. Pengembangan wilayah dilakukan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan wilayah yang berbasis paradigma baru menitikberatkan praktik pembangunan pada keseimbangan antara sumber daya manusia, sumber daya alam, dan teknologi. Pengembangan wilayah yang berbasis pada penguatan sumber daya manusia juga berhubungan dengan indeks kebahagiaan seseorang. Individu yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang baik akan menunjang kepercayaan diri dan kepuasan hidupnya (BPS, 2021; Hidayat et al., 2016) .
Sebagai contoh Kabupaten Wakatobi di Sulawesi Tenggara, daerah ini merupakan destinasi wisata internasional yang diperkuat oleh seluruh komponen pemerintahan, swasta, dan masyarakat dalam melahirkan berbagai kegiatan wisata yang mampu menguatkan perubahan sosial dan ekonomi masyarakatnya.
Di Sulawesi Selatan, Kabupaten Jeneponto dapat mengimplementasikan perpaduan dari seluruh sumber daya dan potensi yang dimilikinya. Jeneponto mampu mengembangkan wahana wisata modern serta penguatan budayabudaya lokal dan tradisional yang menjadi daya tarik wisatawan.
Dari perspektif sosial, pengembangan Kota Batu di Jawa Timur dapat berkelanjutan karena terjalin kerja sama dan adanya peranan pemerintah, investor, serta masyarakat untuk melahirkan berbagai konsep kepariwisataan yang menarik. Dalam perspektif ekonomi, pengembangan Kota Jeneponto secara bertahap mampu mengubah pendapatan daerah yang diperoleh dari kepariwisataan untuk digunakan sebesar-besarnya pada kemakmuran rakyat.
2. Pengaruh Tata Ruang terhadap Indeks Kebahagiaan
Konsep penataan ruang dapat diartikan sebagai proses pengelolaan dan pemanfaatan ruang untuk menghasilkan struktur dan pola ruang yang baik dan sesuai dengan tujuan pembangunan. Indeks kesejahteraan sendiri merupakan parameter kesejahteraan subjektif yang dinilai berdasarkan tiga dimensi, yaitu dimensi kepuasan hidup, dimensi perasaan, dan dimensi makna hidup. Lantas adakah pengaruh dari wujud suatu tata ruang terhadap indeks kebahagiaan suatu wilayah? Sebelum kita melangkah ke pembahasan, perhatikan gambar berikut.
Setelah menelaah kedua gambar di atas, kita dapat mengidentifikasi perbedaan penataan ruang wilayah pada gambar (a) dan gambar (b). Gambar (a) mengindikasikan pemanfaatan ruang yang baik dan sesuai dengan asas penataan ruang, yaitu kawasan dengan struktur ruang kota yang dilengkapi fasilitas memadai dan juga ruang permukiman yang mampu menjadi tempat hidup yang baik bagi masyarakatnya. Adapun gambar (b) menunjukkan potret pemanfaatan ruang wilayah yang kurang sesuai dengan asas penataan ruang. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan slum area dan sejumlah permasalahan seperti sampah dan pemukiman yang kurang tertata.
Berdasarkan perbedaan kondisi kedua pemanfaatan ruang tersebut, kita dapat mengetahui bahwa penataan ruang akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesejahteraan subjektif (kebahagiaan) masyarakatnya. Masyarakat yang tinggal di wilayah dengan tata ruang yang baik akan cenderung merasa aman, nyaman, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi, dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di lingkungan dengan tata ruang yang kurang baik (Iskandar et al., 2016).
Sebagai contoh permasalahan yang terjadi di wilayah Kota Semarang. Kota ini telah menunjukkan banyak kemajuan pertumbuhan pembangunan yang pesat. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Didukung oleh iklim investasi kondusif serta stabilitas politik dan keamanan yang terjaga telah berhasil mendorong perkembangan sektor industri, perdagangan, dan jasa sebagai lokomotif perekonomian Kota Semarang. Namun demikian, pencapaian semacam ini belum sepenuhnya mampu mengatasi sejumlah permasalahan klasik dan mengantisipasi kerusakan lingkungan (Beta, 2017). Banjir limpasan air laut (rob), penurunan kualitas udara dan air, kesemrawutan lalu lintas, dan tingginya migrasi masuk penduduk (immigration) masih terus terjadi. Secara kontradiktif kecenderungan pembangunan tata ruang Kota Semarang belum mampu memenuhi ketentuan undang-undang. RTRW belum dapat berperan efektif sebagai instrumen pengendali pembangunan Kota Semarang